Selasa, 14 Juli 2015

Everest Basecamp and Kalapatthar Trekking 2015


Hai… I'm back. Lama gak nulis nih.. Pulang dari Nepal rasanya semangat menulis menguap, ntah kenapa. First of all, my deepest condolence for the people of Nepal, especially the victims of the earthquake. Semoga kondisi di sana cepat pulih.  Amiin..
Seperti pernah gw mention dalam tulisan sebelumnya. Sejak Juli 2014, gw naik gunung setiap bulan sebagai persiapan untuk one crazy journey. Well, this is it! Everest Basecamp and Kalapatthar Trekking 2015. Ini adalah perjalanan duet wanita nekad, Fami dan gw, ditemani oleh 1 guide dan 1 porter. Eventually, it is A Vacation Turned into An Unforgettable Thrilling Experience.

Day 1, 18 April 2015 : Kathmandu

Tiba di Kathmandu malam sebelumnya, hari ini Fami dan gw berencana untuk jalan-jalan keliling Thamel saja, sambil belanja perlengkapan2 trekking, in case masih ada yang kurang. Kita sempet mengunjungi beberapa tempat ibadah umat Hindu. Kebetulan hari itu bertepatan dengan hari sembahyang umat Hindu di sana, kurang tau juga perayaan apa, secara gw susah bener ngapalin vocab Nepali... So, kita ikutlah sembahyang, memohon keselamatan untuk perjalanan ke EBC dan Kalapatthar. Check out the red sign we got on our forehead. Eksotis yaa..hehee..
Mrs. and Miss Exotic... Partners in crime
Durbar Square

Tempat ibadah mostly tidak terawat. Tp jd terkesan historical...
Juga sempet ambil foto  di bwh ini. The first floor is used as a restaurant. Don’t get it wrong. Ini adalah foto sebelum gempa. Memang sudah miring begini bangunannya. Fami sempet ajak gw makan di sini. And my answer was: NOT IN A THOUSAND YEARS!! NGERIII… But guess what.. the building survived the earthquake loh..
Ikutan miriiing....
Our first Dal Bhat. Super cheap and nampol banget.
Terakhir, mampir toko mountain gear bernama Basecamp (rekomendasi dari sobat gw Sofyan, Indonesia Expeditions. Thanks Bro..). Gak banyak yang dibeli. Cuma  windproof trekking pants buat gw, water sterilize tablets (which was a good idea, menghemat banyak uang untuk beli mineral water and more importantly it works), dan mountain cap buat Fami. Kira2 itu aja sih yang kurang. Yang lain sudah kita bawa dr Kampuang nan jauh di mato.


Day 2, 19 April 2015 : Kathmandu – Lukla (2840 masl), uji nyali dimulai

Nepal’s Tenzing-Hillary Airport is built for adventurers. Tucked high in the Himalayan town of Lukla, the airport’s 460m runway has a steep 12% incline, making it only accessible to helicopters and small, fixed-wing planes. To the north of the runway, there are mountains, and to the south is a steep, nearly 600m drop, leaving absolutely no room for error. --- bbc.com/travel

Bagi yang suka nonton BBC Knowledge mungkin pernah nyimak acara yang judulnya The Most Extreme Airport in The World. Nah, Tenzing-Hillary Airport of Lukla ini berada di urutan ke-2. Itu pun krn yg nomer 1 nya berada di area perang. So, in terms of runway, Airport Lukla inilah juara extreme nya dunia. Landing dan take off bergiliran menggunakan runway yg sama.. Lha wong cuma 1 runway nya..

The most extreme?? Apa pasal? Panjang runway Tenzing-Hillary Airport tidak lebih dari 460 m. Cukup gak cukup ya harus dicukup2in lah ama sang pilot. Kalo gak cukup ya palingan nabrak tebing… Glekh! Runway dibuat agak miring ke atas untuk membantu pesawat nge-rem pada saat landing. Tapiiii, konsekuensinya buat yg take off akan terasa seperti naik seluncuran. Pesawat akan sliding down dulu, after runway abis baru naik lagi, dengan lembah membentang jauh di bawah sana. Can u imagine that? Asyik gila!!
Tienzing-Hillary airport runway

Pesawat isi 15 orang. Biar gak keliatan kecil shot angle nya dr belakang. Heheee...
Sang Pilot yang rajin baca koran
View dari window pesawat

Gw lupa mencatat waktu terbangnya. Around 25 menitan gitulah.. Yang amazing adalah sang pilot (atau co pilot ya? Gak tau bedanya. Hahaaa) santai baca koran sebelum terbang, instead of reading weather report. Sigh! Yang lebih amazing lagi : after take off doi continued reading the newspaper.. Ampon dijeee! Gw sempet mikir, apa gw tidur aja sekalian yak, secara pilotnya aja santai gituu.. Tp pemandangan di luar terlalu ajibb untuk dilewatkan. Jadi mending gw foto2 aja. Pas landing tentu saja menegangkan, lebih krn mind set gw gara2 nonton acara tv yang terlalu informatif itu (thanks, BBC knowledge!). Rasanya pengen ikutan nginjek rem.. Chiiiitttt!!
Pesan moral nya: Jangan lupa berdoa sebelum take off and landing!! Itu aja. Nothing else u can do. Just enjoy the ride.
Still Day 2 : Lukla – Phakding (2610 masl). Let the journey begin
After landing, langsung ketemuan ama Furi Sherpa (our kind guide) dan Padam Magar (our smiley face porter). Semua sudah diaturin oleh  Kanchha Sherpa, our provider agency. Gak pake lama dan gak pake susah. Begitu turun pesawat, para penjemput sudah menunggu dibalik pagar kawat. Simple and efficient, krn emang gak ada fasilitas apa2 selain pagar kawat dan simple toilet. Hahahha..
Istirahat minum teh 20 menit di resto sekaligus lodge sebelah airport, then we were ready to go. Trekking resmi dimulai! Hari ini kita menuju Phakding. Track relatif mudah. Anggap aja pemanasanlah.. Jalan dengan semangat selagi blom terlalu nanjak.
Atmosfir lgsg terasa beda. Sangat ‘tidak kota’, udara sejuk dan segar, jokjok dimana-mana, dan tentu saja pup nya juga bertebaran lah yaa. Welcome to Everest Region!!  Pegunungan Himalaya mengawasi dari kejauhan. Man,  I’m so excited!!
Let me explain briefly about Jokjok. Jokjok adalah hewan hasil persilangan antara mother cow and father Yak, tidak bisa dibalik. Jika dibalik maka hasilnya akan tetap Yak. Gak tau kenapa. Gw anak pemuliaan/breeding. Belajarnya ilmu genetik dan statistik, tp uda lupa semua ilmu nya. Arep maklum, uda 11 taon gak kepake ilmunya (alesaaan). Anyway, Jokjok ini banyak dipakai sebagai hewan pengangkut barang maupun manusia di Everest Region. Jokjok sedikit lebih kecil dibanding Yak, dan bulunya tidak setebal Yak. Berbeda dengan Yak yang hanya bisa hidup di ketinggian 3500 masl ke atas, Jokjok bisa bertahan hidup hampir di semua ketinggian, 2000 an hingga 5000an masl.
Tiba di Phakding sekitar pukul 4 sore dengan tubuh bersimbah keringat (haizzz.. lebay.. but it’s true loh. Tracknya ternyata naik turun, cynn..), kita lgsg check in to our room, cleaning up, get changed, dan baringaaaann.. Sayangnya uda diwanti2 ama Furi, no sleeping before dinner or u will get headache. Errrr.. Guide satu ini baik, tapi kaga bisa liat org seneng. Huhuhuuu... Well, here, in the Everest Region, he is the Master. We have never traveled on such high altitude. So, to obey our guide 100% from beginning till end would be the wise option. Ulah ngeleuyeut, ceuk Sunda teh..


We stayed here in Phakding. The room and food was nice. Dapet selimut tebel, although we were well prepared with sleeping bag.
Dinner tasted ok.. lupa gw makan apa.. yg jelas jangan diharepin sama ama makanan Indo lah.. Totally different. So just enjoy it! Itadakimasu!! After dinner, Furi mengeluarkan senjata pamungkas nya. Fruits!! Orange, Apple, and Banana.. Other groups didn’t have this by the way.. Some of them just stared at our plate of fruits and wondering why they didn’t get the same luxury. Hohohoo.. For the next days, kita request supaya buah disajikan before dinner, krn Fami n gw percaya urutan begitu lbh bagus buat pencernaan dan penyerapan gizi.. Wihihiii.. Canggih gak seeh..
Simple Fruit Platter andalannya Ang Furi.. Terasa mewah mengingat koordinat kami saat itu
Day 3, 20 April 2015 : Phakding – Namche bazaar (3440 masl)

Today is gonna be hard. Not gonna lie to u. Track mostly nanjak moderate, turun, dan najak lagi, and so on, and so on..

To be honest, my less favourite part adalah pas turunan. Krn itu brarti tanjakan yang kita lewatin barusan will be wasted dan kita harus kembali nanjak. Kalo gak nanjak ya gak nyampe2 lah ke 3440 masl..

But, I’m telling u, the whole journey will definitely be worth it. The view was INSANELY BEAUTIFUL! And the Nepali people were fantastic. Living in such a rough environment : extremely cold weather, not so fertile soil, earning so little money, lack of resources, they were born to be hard workers. But, somehow, they remain kind hearted, honest, sungguh ramah dan menjunjung tinggi kekeluargaan, no matter how hard their life is. I have high respect for them, really.

Lalu my most favourite part adalah : Jembatan Gantung! The longer and higher, the merrier! But please don’t call me adrenalin freak. Not just yet.  Hahahahaaa..


Dhut Kushi. Yang kayak gini ini cuma bisa diliat dari tengah jembatan..

Wajib Selfie

Perjalanan Phakding – Namche was quite a struggle buat Fami. Selain krn tanjakan yang mulai getting serious, juga krn pada saat makan siang doi cuma mau makan tomato soup with egg drop.  Waktu order Furi udah ngomel : “Soup got no energy. U better order something like rice or potato, with cheese or egg..” Tp krn pd titik ini orang mulai loss appetite (I felt the same as well), Fami berkeras stick to her choice.  Unfortunately, this decision cost her a lot. After lunch, di tengah jalan, kira2 jam 2an, Fami muntah. Dan segala penderitaan yang berhubungan dengan enter the wind mengikuti setelah itu. Luckily tomorrow is acclimatization day (ngarep bisa istirahat). Crossed my fingers she would feel better.

4.20 pm arrived at Namche Bazaar. It can hardly be called a town. Krn tidak ada jalan raya di sini, hanya jalan setapak yang tersusun rapi dr batu, mostly berundak2 krn kontur tanah yg miring. Mau dibilang village jg rasanya kurang cocok, banyak bangunan bertingkat dan rapat, and you can buy almost all kind of things u need here in Namche. ATM dan Money Changer juga tersedia.
Namche Bazaar from above.. Abaikan modelnya
 
View from the window of Sona Lodge, Namche Bazaar

Day 4, Kartini Day 2015 : Namche Bazaar (First Acclimatization Day)

Namche Bazaar adalah tempat aklimatisasi pertama dlm perjalanan ini. So today’s agenda is leyeh2… Eits… Jgn happy duluuu. Ang Furi Sherpa won’t let us get lazy… He’s got plan for us in his head. (Uda gw bilang kan, kaga bisa liat org seneng). Ihiks..

Hari ini Furi mengajak kita berjalan naik sedikit, sekitar 150 m vertical, ke Sagarmatha National Park Museum. Lalu, rencananya jalan terus sampai Khumjung dan balik lagi ke lodge. Tujuannya supaya latihan aklimatisasi.. Tp emang dasar kita gak niat n males.. liat2 museum nya dilama2in, abis tuh minta balik krn uda deket lunch time. Heheee…

In front of Tienzing Norgay Statue, Sagarmatha National Park Museum

Balik ke lodge, hal pertama dlm pikiran gw adalah hot shower! Yup, Namche Bazaar adalah tempat terakhir kita bisa dapetin hot shower. Bayar tentunya.. 300 NPR. Oh iya, plug in juga bayar 250 NPR, Wifi juga 250 NPR. Makin ke atas akan semakin mahal. After berhari-hari gak mandi (hanya wet wipe aja), hot shower berasa nikmat tak terkira.. Berlama2 under hot shower, keramas, abis tuh jemuran di bwh matahari sore di tengah udara dingin sambil mandangin gunung berselimut salju di kejauhan ditemenin lagu favorit gw… Heaven on earth euy.. tp jangan lupa pake sun block. Matahari Himalaya itu kejam, Tuan!

Di Namche ini kita mulai minum Diamox setiap 12 jam (pagi after breakfast dan malam after dinner), untuk pencegahan Acute Mountain Sickness (AMS). Minum Diamox nya sih no problem buat gw. Yg masalah adalah abis minum Diamox harus minum air minimal 1.5 lt, otherwise it won’t work and will cause an uncomfortable tingling sensation on our hands and feet. Jadi in total kita harus minum 3-4 litre of water per day.

Every night we have to sleep early. Buat gw urusan tidur gak selalu gampang, meskipun udah capek jalan seharian. Suhu udara yang teramat dingin, dengan insulasi dinding kamar yg minim (hanya triplek), bikin tidur berasa kayak di kulkas. Pakaian 3 lapis (long john, polar, down jaket), sleeping bag, dan selimut menjadi perangkat tidur wajib buat gw. Belom lagi tiap tengah malem pasti bangun untuk pipis, thanks to kewajiban minum air 3-4 liter per hari. Once keluar dari kamar, lgsg berasa dingin yg menggigit dan buyarlah konsentrasi bobo cantik gw. Dan makin ke atas, this torture escalated, krn suhu udara makin freezing cold.. Haizzzz…



Day 5, 22 April 2015 : Namche Bazaar – Deboche (3820 masl)

Morning call was 6.00 am and we set off at 7.30 am (applied every day, except for acclimatization days). I woke up fresh.. Fami juga keliatannya uda lebih sehat. Feeling awesome and ready to roam, baby.. Destination of the day is Deboche.

Track Namche – Deboche tidak seberat Phakding – Namche. But the temperature was colder for sure. The view was stunning. We took a few shortcuts, which was steeper, dan hasilnya diomelin Yang Mulia Furi.. “Shortcut is no good. It is shorter, but also more dangerous.. The slower you go, the better…”. Haii, Furi san... Arigatoo…

Rodhodendron di sisi tebing
Dari Namche track agak menurun hingga Phunke Tenga (3250 masl). After lunch, menanjak hingga Tengboche (3860 masl). Di Tengboche ini berdiri megah Tengboche Monastery. Gw berdoa dari luar aja (berdoa itu yang penting ketulusan hati kan. Betul?). After Tengboche track relatif datar. We managed to reach Deboche at 3.20 pm.
Ama Dablam at the background

Tengboche Monastery
View dari depan Lodge di Debuche
On the way to Deboche, we met a group of Vietnamese youngsters. Mereka cukup heboh selama perjalanan. Obviously, they had great time during the trip. Gw bisa ngerasain energy dan semangat mereka nular ke gw. Aseekk.. Kebetulan juga kita stay di lodge yang sama pas di Deboche. Jadi pas nyampe, sambil ngaso, sempet ‘chit chat rusuh’ sebentar ama mereka soal Running Man, our favourite Korean reality show. Hehee.. Mereka bahkan sempet nguasain room heater di dining room, dengan ngeringin baju2 mereka di sekeliling heater. Hasilnya, mereka dipelototin tamu2 lain. Hahahaa.. They are so young and wreckless.. Bikin iri..
As we sat there in the dining room, trying to get warmed, a Lebanon guy, who stood there by the heater, facing me, and his backside facing the heater, looked at me and said, “ My ass is cold”. Quite surprised, I replied, “ I can see why.. ”. Lalu dia bilang, “ You can FEEL why..”. LOL

There’s one thing that we noticed as we go higher and higher.. Otak kita makin lemot. Pelupa. Susah nginget nama orang maupun barang. Lupa barusan itu mau ngapain.. Balik ke kamar teh mau ngambil apa sih.. Gw barusan mau ngomong apa yah.. Hadeuh.. Kalo analisa ilmiah nya kita sih (ecieeh) krn makin ke atas oksigen makin tipis, aliran oksigen ke otak pun makin kurang. Alhasil, setiap kali lupa sesuatu atau berbuat ceroboh, we blamed the altitude! Hahahah.. Padahal aslinya emang uda pikun keleusss…

Malam di Deboche berlalu dalam gelap gulita. Yes, listrik mati dan lodge gak punya cadangan power. Great! Untung kita siap sedia headlamp, ditaroh di samping bantal. Gak lucu kalo tengah malem kebelet pipis trus pake kejungkel nabrak tembok, sementara suhu di luar sekitar -5’C.


Day 6, 23 April 2015 : Deboche – Dingboche (4410 masl)

Dilihat dari beda ketinggian yang akan ditempuh, hari ini keliatannya bakal lebih berat dibanding hari sebelumnya. Angin juga terasa lebih kencang. But, the good thing is, tracknya gak terlalu banyak naik turun, melainkan constantly up. Satu lagi motivasinya adalah Dingboche will be the second acclimatization point. So tomorrow will be a relaxing day. Yeayy!!

Add caption
View pegunungan saljunya makin lama makin terasa dekat dan nyata. Makin ke atas oksigen makin tipis. Nafas terasa lebih berat, namun langkah terasa lebih ringan. Mungkin karena kaki sudah menyesuaikan dengan medan yang ditempuh. After lunch, track agak berdebu but still bearable. Furi terus mengingatkan kita untuk selalu ambil sisi berlawanan dari jurang jika berpapasan dengan Jokjok atau Yak. Sometimes kita memang suka lupa (Altituuuude!).
Di tengah jalan, something embarrassing happened to me. Saat tiba di tempat peristirahatan kecil, tiba2 gw kebelet pipis. Sungguh sdh tak tertahankan! Jd gw lgsg nyelonong aja ke ‘toilet’ di situ dengan nafas masih ngos2an abis jalan nanjak. Scr mental dan nafas, gw gak siap dengan kondisi toilet yg ternyata cuma berisi lubang dengan tumpukan ‘sesuatu’ di bwh nya, yg mengeluarkan aroma yg wow banget. Spontaneously, gw mulai huek hueks di dlm itu toilet. Furi mulai mengetuk2 pintu, asking if I’m ok. Segera setelah gw selesai dengan urusan gw, gw rush keluar dr toilet dengan muka bersimbah air mata..  Dan di luar sdh menanti pandangan mata selusin org, local maupun turis, ngetawain gw.. heuheuuuuhh.. Kamsahamnidaaaa…

Overall trekking hari ini cukup lancar dan surprisingly, kita tiba di Dingboche lebih awal dari perkiraan. Sekitar jam 3 sore.

To be continued

Kamis, 05 Maret 2015

Hiking Mount Kinabalu



Why Kinabalu?



Jauh hari saya tidak pernah berpikir untuk mendaki Kinabalu.. Indonesia punya segitu banyak gunung. Kenapa harus ke negeri tetangga? Hanya, kebetulan ada teman yang ngajak. Lalu saya pikir why not? Mumpung ada yang ngajak dan mumpung nafas dan kaki masih kuat (mudah2an.. Amiinn). Berangkatlah kami pada tanggal 22 Feb 2015, 3 hari setelah Chinese New Year.


Mount Kinabalu terletak di Sabah, Malaysia, bagian utara Borneo, merupakan puncak tertinggi di Borneo’s Crocker Range dan menduduki posisi 20th most prominent mountain. Mount Kinabalu ini tingginya 4095.2 mdpl. Lebih tinggi dari Semeru (3676 mdpl), Rinjani (3726 mdpl), dan Kerinci (3805 mdpl). Tapi tingginya puncak tidak selalu berkorelasi positif dengan sulitnya medan. Track Kinabalu dibuat mudah oleh pengelola Kinabalu Park agar bisa dijangkau banyak orang. 2/3 tracknya dibuatkan tangga, sisanya undakan batu, dan mendekati puncak dilengkapi tali, untuk memperkecil resiko cidera. Sepanjang track, setiap 0.5 - 1.0 km terdapat pos untuk istirahat, lengkap dengan toilet. Selain itu, di area Kinabalu Park ini semua orang yg hendak hiking dan menginap diwajibkan untuk check in di hut-hut yang tersedia. No Camping Allowed. Pilihan lain adalah tek-tok alias 1 day trip. Tentu saja ini bagi yang yakin fisik nya kuat.

Satu hal yang saya salut dengan track Gunung Kinabalu ini. Kebersihan! Sepanjang jalan tidak ada yang namanya sampah yang tidak pada tempatnya. Secuilpun gak ada. Menurut saya kuncinya adalah pengelolaan. Jika di sepanjang jalan disediakan tempat sampah yang memadai, cukup di tiap pos saja, maka para pendaki juga otomatis akan sadar untuk buang sampah pada tempatnya dan malu jika nyampah sembarangan. Jika tidak tersedia tempat sampah, maka pendaki butuh 'iman' yang kuat untuk mengumpulkan dan membawa kembali sampah masing-masing. Hasilnya? Lihat gunung-gunung di pulau Jawa.. Ngeuneus liat nya euy..


Laban Rata Hut (3272 mdpl), tempat kami menginap, menurut saya, yang orang aseli Indonesia, membuat naik gunung menjadi too easy. Fasilitas di dalamnya bisa dibilang komplit plit. Makanan yg disediakan juga bisa dibilang enak, variatif, dan bergizi. Daging sapi, kambing, ayam, salad, cap cay, wintermelon soup, bubur cha cha, telur.. you name it! Just remember that all this food is carried by local men (porter) all the way up from 1866 masl to 3272 masl. Jd, usahakan jangan menyisakan/membuang sedikitpun makanan. Finish your meals! Air minum panas juga free flow 24 hours. Dan entah bagaimana team kami beruntung mendapatkan kamar VIP dengan kamar mandi di dalam, amenities lengkap, hair dryer, dan room heater!


Tujuan utama naik Kinabalu tentu saja summit di puncak tertingginya, yaitu: Low’s Peak. Nama Low’s Peak berasal dari nama Hugh Low yang pertama kali menapaki puncak tertinggi Kinabalu pada tahun 1851. Beberapa teman saya bertanya seperti ini: “Itu kalian naik sampe Low’s Peak, berarti ada puncak yg lebih tinggi lagi donk?”.. No, no, no.. Now you know the answer yaa, my dear friends..


Jadi kira-kira Itinerary nya adalah seperti ini:
Day 1 : Arrived at Kota Kinabalu (by Airasia). Santai dulu, main ke pantai, Phillipine Market, dan nginap di hotel
Day 2 : Dijemput di hotel jam 6.30 pagi, perjalanan ke Head Quarter Kinabalu Park memakan waktu 2 jam. Setibanya di sana bertemu dengan local guide, dibagikan paket lunch, name tag (harus dipake setiap saat), lalu naik mobil lagi ke Timpohon Gate (1866 mdpl). Start pendakian dari Timpohon Gate kira-kira jam 9.30 pagi. Pendakian sampai Laban Rata Hut memakan waktu 6 jam, tiba pukul 15.30. Makan, bersih-bersih, foto-foto sunset, istirahat.
Day 3 :  Jam 2an dibangunin. Sarapan. Siap-siap. Pemanasan. Jam 3.00 dini hari berangkat untuk summit attack. Tiba di Low's Peak pukul 6.40 pagi. Di puncak kira-kira 15-20 menit, lalu turun kembali ke Laban Rata. Makan, istirahat, dan siap-siap untuk turun lagi ke Timpohon. Jam 11.00 start turun. Jam 16.30 tiba di Timpohon Gate, dan dianter dengan mobil ke hotel di Kota Kinabalu
Day 4 : Back to Jakarta (also by Airasia)

The weather was perfect althrough the way up and down. Jadi bisa dibilang we enjoyed the hiking to the max. View maupun foto-foto nya jg keren-keren. Karpet awan dimana-mana.. Ingin rasanya berteriak : "Awan Kintooonn.. Datanglah!!" Hahaha.. Puaslah pokoknya! Terima kasih Indonesia Expeditions. Your service was Excellent! Daebak!


Jadi mari kita lihat hasil foto-foto nya.

Let the journey begin

Here's where the joy started. Timpohon Gate 1866 masl.

Stairway to heaven

Mengintip dari kejauhan. Teasing us hey ya?

Pos Layang-layang. Km 4.0 (from Timpohon)
Continued with the stairway to heaven. Cuaca mulai dingin, tambah layer baju
  
Track miring berbatu

Yg belakang: Semangat!!. Yg depan: Hey you.. Colek eyke donk cynn... (mulai error)
 
Ai nak ke puncak!!

 
Yg tadi error bisa di'waras'kan di sini

 
Yeayy!! Laban Rata finally.. Km 6.0. 3272 masl. 3.30 pm
Semangat selfie nya memang luar biasa
 
Abaikan saja modelnya.. hihihi
Sunset view from Laban Rata


Kapan lagi bisa foto kek gini?
Another siluet
Look at the sky.. the clouds.. please help.. I can't stop my finger.. (keep pushing the button)
3.00 am. The hike is getting seriuos...


Thinner air.. Yet the view was so breathtaking..
(Temperature : 4oC)



Oh God..! I almost cried up there.. (dasar emak2)
6.40 am. Summit at Low's Peak Kinabalu. 4095.2 masl. Undescribable!!


Eits, si Bungsu ketinggalan.. Maap ya deekk..


Tranquility..
Closed my eyes for a sec.. took a deep breath.. Thank You so much God..


Sdh harus turunkah? Waaa, blom mau turuunn..


On the way down. (taken by Andy, our awesome guide)
Down...


3929 masl
Candid Wefie-ing...

What the hell was going on down there? The clouds and the hills were like gathering for a 'party'
Down..
Us.. Joining the 'party'. How amazing was that?
Laban Rata hut di kejauhan

Lihat panel surya di belakang?
Jepretan Andy (sambil nungging2 loh)
Kerjaan Andy lagi nih..
Andy lagi..


Looks like we're ready for another hike. hahaha..
Special thanks to Andika Pratama (Indonesia Expeditions, excellent service), Abah Buche (penyemangat yang ceria always, yang tertua tp paling kerenn), Rifqy ( si Bungsu tersayang, uhuyy :)), dan Andy Johan (our awesome local guide)

Lain kali kita jalan-jalan lagi yah.. Love you all..