Hai…
I'm back. Lama gak nulis nih.. Pulang dari Nepal rasanya semangat menulis menguap, ntah kenapa. First of all, my deepest condolence for the people of Nepal, especially the victims of the
earthquake. Semoga kondisi di sana cepat pulih. Amiin..
Seperti pernah gw mention dalam tulisan sebelumnya. Sejak Juli 2014, gw naik gunung setiap bulan sebagai persiapan untuk one
crazy journey. Well, this is it! Everest Basecamp and Kalapatthar Trekking
2015. Ini adalah perjalanan duet wanita nekad,
Fami dan gw, ditemani oleh 1
guide dan 1 porter. Eventually, it is A Vacation Turned into An Unforgettable
Thrilling Experience.
Day
1, 18 April 2015 : Kathmandu
Tiba
di Kathmandu malam sebelumnya,
hari ini Fami dan gw
berencana untuk jalan-jalan keliling Thamel saja, sambil belanja perlengkapan2 trekking, in case masih ada yang kurang. Kita sempet mengunjungi
beberapa tempat ibadah umat Hindu. Kebetulan hari itu bertepatan dengan hari sembahyang umat Hindu di sana, kurang tau juga perayaan apa, secara
gw susah bener ngapalin vocab Nepali... So, kita ikutlah sembahyang,
memohon keselamatan untuk perjalanan ke EBC
dan Kalapatthar. Check out the red
sign we got on our forehead. Eksotis yaa..hehee..
Mrs. and Miss Exotic... Partners in crime |
Durbar Square |
Terakhir, mampir toko mountain gear bernama Basecamp
(rekomendasi dari sobat gw Sofyan, Indonesia Expeditions. Thanks Bro..). Gak banyak yang dibeli. Cuma windproof trekking pants buat gw, water sterilize tablets (which was
a good idea, menghemat banyak uang untuk beli mineral
water and more importantly it works), dan
mountain cap buat Fami. Kira2 itu aja sih yang
kurang. Yang lain sudah kita bawa dr Kampuang nan jauh di mato.
Gw lupa mencatat waktu terbangnya. Around 25 menitan gitulah.. Yang amazing adalah sang pilot (atau co pilot ya? Gak tau bedanya. Hahaaa) santai baca koran sebelum terbang, instead of reading weather report. Sigh! Yang lebih amazing lagi : after take off doi continued reading the newspaper.. Ampon dijeee! Gw sempet mikir, apa gw tidur aja sekalian yak, secara pilotnya aja santai gituu.. Tp pemandangan di luar terlalu ajibb untuk dilewatkan. Jadi mending gw foto2 aja. Pas landing tentu saja menegangkan, lebih krn mind set gw gara2 nonton acara tv yang terlalu informatif itu (thanks, BBC knowledge!). Rasanya pengen ikutan nginjek rem.. Chiiiitttt!!
Tempat ibadah mostly tidak terawat. Tp jd terkesan historical... |
Juga sempet ambil foto di bwh ini. The first floor is used as a
restaurant. Don’t get it wrong. Ini adalah foto sebelum gempa.
Memang sudah miring begini bangunannya. Fami sempet ajak gw makan di sini. And my answer was: NOT IN A THOUSAND
YEARS!! NGERIII… But guess what.. the building survived the earthquake loh..
Ikutan miriiing.... |
Our first Dal Bhat. Super cheap and nampol banget. |
Day
2, 19 April 2015 : Kathmandu – Lukla (2840 masl), uji nyali dimulai
Nepal’s Tenzing-Hillary
Airport is built for adventurers.
Tucked high in the Himalayan town of Lukla, the airport’s 460m runway has a
steep 12% incline, making it only accessible to helicopters and small,
fixed-wing planes. To the north of the runway, there are mountains, and to the
south is a steep, nearly 600m drop, leaving absolutely no room for error. --- bbc.com/travel
Bagi
yang suka nonton BBC Knowledge
mungkin pernah nyimak acara yang judulnya The Most Extreme Airport in The World. Nah,
Tenzing-Hillary Airport of Lukla
ini berada di urutan ke-2. Itu pun krn
yg nomer 1 nya berada di area perang. So, in terms of
runway, Airport Lukla inilah juara extreme nya dunia. Landing dan take off bergiliran menggunakan runway yg sama.. Lha wong cuma 1 runway nya..
The
most extreme?? Apa pasal? Panjang
runway Tenzing-Hillary Airport tidak lebih dari 460 m. Cukup gak cukup ya
harus dicukup2in lah ama
sang pilot. Kalo gak cukup ya palingan nabrak tebing… Glekh! Runway dibuat agak miring ke atas untuk membantu pesawat nge-rem pada saat landing. Tapiiii, konsekuensinya buat yg take off akan terasa seperti naik seluncuran. Pesawat akan sliding down dulu, after runway abis baru naik lagi, dengan lembah membentang jauh di
bawah sana. Can u imagine that?
Asyik gila!!
Sang Pilot yang rajin baca koran |
View dari window pesawat |
Gw lupa mencatat waktu terbangnya. Around 25 menitan gitulah.. Yang amazing adalah sang pilot (atau co pilot ya? Gak tau bedanya. Hahaaa) santai baca koran sebelum terbang, instead of reading weather report. Sigh! Yang lebih amazing lagi : after take off doi continued reading the newspaper.. Ampon dijeee! Gw sempet mikir, apa gw tidur aja sekalian yak, secara pilotnya aja santai gituu.. Tp pemandangan di luar terlalu ajibb untuk dilewatkan. Jadi mending gw foto2 aja. Pas landing tentu saja menegangkan, lebih krn mind set gw gara2 nonton acara tv yang terlalu informatif itu (thanks, BBC knowledge!). Rasanya pengen ikutan nginjek rem.. Chiiiitttt!!
Pesan
moral nya: Jangan lupa berdoa sebelum take off
and landing!! Itu aja. Nothing else u can do. Just enjoy
the ride.
Still
Day 2 : Lukla – Phakding (2610 masl). Let the journey
begin
After
landing, langsung ketemuan ama
Furi Sherpa (our kind
guide) dan Padam Magar (our smiley face porter). Semua sudah diaturin
oleh Kanchha Sherpa, our provider agency.
Gak pake lama dan gak
pake susah. Begitu turun pesawat, para penjemput sudah menunggu dibalik pagar kawat. Simple and efficient, krn emang gak ada fasilitas apa2
selain pagar kawat dan simple toilet. Hahahha..
Istirahat minum teh 20 menit di resto sekaligus lodge sebelah airport, then we were
ready to go. Trekking resmi dimulai! Hari ini kita menuju Phakding. Track relatif mudah. Anggap aja pemanasanlah.. Jalan dengan semangat selagi blom terlalu nanjak.
Atmosfir lgsg terasa beda. Sangat
‘tidak kota’, udara sejuk dan segar, jokjok dimana-mana, dan tentu saja pup nya
juga bertebaran lah yaa. Welcome to Everest Region!!
Pegunungan Himalaya mengawasi dari kejauhan. Man, I’m so excited!!
Let me explain briefly about Jokjok.
Jokjok adalah hewan hasil persilangan antara mother cow and father Yak, tidak
bisa dibalik. Jika dibalik maka hasilnya akan tetap Yak. Gak tau kenapa. Gw
anak pemuliaan/breeding. Belajarnya ilmu genetik dan statistik, tp uda lupa
semua ilmu nya. Arep maklum, uda 11 taon gak kepake ilmunya (alesaaan). Anyway,
Jokjok ini banyak dipakai sebagai hewan pengangkut barang maupun manusia di
Everest Region. Jokjok sedikit lebih kecil dibanding Yak, dan bulunya tidak
setebal Yak. Berbeda dengan Yak yang hanya bisa hidup di ketinggian 3500 masl
ke atas, Jokjok bisa bertahan hidup hampir di semua ketinggian, 2000 an hingga
5000an masl.
Tiba di Phakding sekitar pukul 4
sore dengan tubuh bersimbah keringat (haizzz.. lebay.. but it’s true loh.
Tracknya ternyata naik turun, cynn..), kita lgsg check in to our room, cleaning
up, get changed, dan baringaaaann.. Sayangnya uda diwanti2 ama Furi, no
sleeping before dinner or u will get headache. Errrr.. Guide satu ini baik, tapi kaga
bisa liat org seneng. Huhuhuuu... Well, here, in the Everest Region, he is the
Master. We have never traveled on such high altitude. So, to obey our guide
100% from beginning till end would be the wise option. Ulah ngeleuyeut, ceuk
Sunda teh..
We stayed here in Phakding. The room
and food was nice. Dapet selimut tebel, although we were well prepared with sleeping bag.
|
Dinner tasted ok.. lupa gw makan
apa.. yg jelas jangan diharepin sama ama makanan Indo lah.. Totally different.
So just enjoy it! Itadakimasu!! After dinner, Furi mengeluarkan senjata
pamungkas nya. Fruits!! Orange, Apple, and Banana.. Other groups didn’t have
this by the way.. Some of them just stared at our plate of fruits and wondering
why they didn’t get the same luxury. Hohohoo.. For the next days, kita request
supaya buah disajikan before dinner, krn Fami n gw percaya urutan begitu lbh
bagus buat pencernaan dan penyerapan gizi.. Wihihiii.. Canggih gak seeh..
Simple Fruit Platter andalannya Ang Furi.. Terasa mewah mengingat koordinat kami saat itu |
Day 3, 20 April 2015 : Phakding –
Namche bazaar (3440 masl)
Balik ke lodge, hal pertama dlm pikiran gw adalah hot shower! Yup, Namche Bazaar adalah tempat terakhir kita bisa dapetin hot shower. Bayar tentunya.. 300 NPR. Oh iya, plug in juga bayar 250 NPR, Wifi juga 250 NPR. Makin ke atas akan semakin mahal. After berhari-hari gak mandi (hanya wet wipe aja), hot shower berasa nikmat tak terkira.. Berlama2 under hot shower, keramas, abis tuh jemuran di bwh matahari sore di tengah udara dingin sambil mandangin gunung berselimut salju di kejauhan ditemenin lagu favorit gw… Heaven on earth euy.. tp jangan lupa pake sun block. Matahari Himalaya itu kejam, Tuan!
Today is gonna be hard. Not gonna
lie to u. Track mostly nanjak moderate, turun, dan najak lagi, and so on, and
so on..
To be honest, my less favourite part
adalah pas turunan. Krn itu brarti tanjakan yang kita lewatin barusan will be
wasted dan kita harus kembali nanjak. Kalo gak nanjak ya gak nyampe2 lah ke
3440 masl..
But, I’m telling u, the whole
journey will definitely be worth it. The view was INSANELY BEAUTIFUL! And the Nepali
people were fantastic. Living in such a rough environment : extremely cold
weather, not so fertile soil, earning so little money, lack of resources, they
were born to be hard workers. But, somehow, they remain kind hearted, honest, sungguh
ramah dan menjunjung tinggi kekeluargaan, no matter how hard their life is. I
have high respect for them, really.
Lalu my most favourite part adalah :
Jembatan Gantung! The longer and higher, the merrier! But please don’t call me
adrenalin freak. Not just yet. Hahahahaaa..
Dhut Kushi. Yang kayak gini ini cuma bisa diliat dari tengah jembatan.. |
Wajib Selfie |
Perjalanan Phakding – Namche was
quite a struggle buat Fami. Selain krn tanjakan yang mulai getting serious,
juga krn pada saat makan siang doi cuma mau makan tomato soup with egg drop. Waktu order Furi udah ngomel : “Soup got no
energy. U better order something like rice or potato, with cheese or egg..” Tp
krn pd titik ini orang mulai loss appetite (I felt the same as well), Fami
berkeras stick to her choice.
Unfortunately, this decision cost her a lot. After lunch, di tengah
jalan, kira2 jam 2an, Fami muntah. Dan segala penderitaan yang berhubungan
dengan enter the wind mengikuti
setelah itu. Luckily tomorrow is acclimatization day (ngarep bisa istirahat).
Crossed my fingers she would feel better.
4.20 pm arrived at Namche Bazaar. It
can hardly be called a town. Krn tidak ada jalan raya di sini, hanya jalan
setapak yang tersusun rapi dr batu, mostly berundak2 krn kontur tanah yg
miring. Mau dibilang village jg rasanya kurang cocok, banyak bangunan
bertingkat dan rapat, and you can buy almost all kind of things u need here in
Namche. ATM dan Money Changer juga tersedia.
Namche Bazaar from above.. Abaikan modelnya |
View from the window of Sona Lodge, Namche Bazaar |
Day 4, Kartini Day 2015 : Namche
Bazaar (First Acclimatization Day)
Namche Bazaar adalah tempat
aklimatisasi pertama dlm perjalanan ini. So today’s agenda is leyeh2… Eits… Jgn
happy duluuu. Ang Furi Sherpa won’t let us get lazy… He’s got plan for us in
his head. (Uda gw bilang kan, kaga bisa liat org seneng). Ihiks..
Hari ini Furi mengajak kita berjalan
naik sedikit, sekitar 150 m vertical, ke Sagarmatha National Park Museum. Lalu,
rencananya jalan terus sampai Khumjung dan balik lagi ke lodge. Tujuannya
supaya latihan aklimatisasi.. Tp emang dasar kita gak niat n males.. liat2
museum nya dilama2in, abis tuh minta balik krn uda deket lunch time. Heheee…
In front of Tienzing Norgay Statue, Sagarmatha National Park Museum |
Balik ke lodge, hal pertama dlm pikiran gw adalah hot shower! Yup, Namche Bazaar adalah tempat terakhir kita bisa dapetin hot shower. Bayar tentunya.. 300 NPR. Oh iya, plug in juga bayar 250 NPR, Wifi juga 250 NPR. Makin ke atas akan semakin mahal. After berhari-hari gak mandi (hanya wet wipe aja), hot shower berasa nikmat tak terkira.. Berlama2 under hot shower, keramas, abis tuh jemuran di bwh matahari sore di tengah udara dingin sambil mandangin gunung berselimut salju di kejauhan ditemenin lagu favorit gw… Heaven on earth euy.. tp jangan lupa pake sun block. Matahari Himalaya itu kejam, Tuan!
Di Namche ini kita mulai minum
Diamox setiap 12 jam (pagi after breakfast dan malam after dinner), untuk
pencegahan Acute Mountain Sickness (AMS). Minum Diamox nya sih no problem buat
gw. Yg masalah adalah abis minum Diamox harus minum air minimal 1.5 lt,
otherwise it won’t work and will cause an uncomfortable tingling sensation on
our hands and feet. Jadi in total kita harus minum 3-4 litre of water per day.
Every night we have to sleep early.
Buat gw urusan tidur gak selalu gampang, meskipun udah capek jalan seharian.
Suhu udara yang teramat dingin, dengan insulasi dinding kamar yg minim (hanya
triplek), bikin tidur berasa kayak di kulkas. Pakaian 3 lapis (long john,
polar, down jaket), sleeping bag, dan selimut menjadi perangkat tidur wajib
buat gw. Belom lagi tiap tengah malem pasti bangun untuk pipis, thanks to
kewajiban minum air 3-4 liter per hari. Once keluar dari kamar, lgsg berasa
dingin yg menggigit dan buyarlah konsentrasi bobo cantik gw. Dan makin ke atas,
this torture escalated, krn suhu udara makin freezing cold.. Haizzzz…
Day 5, 22 April 2015 : Namche Bazaar
– Deboche (3820 masl)
Morning call was 6.00 am and we set
off at 7.30 am (applied every day, except for acclimatization days). I woke up
fresh.. Fami juga keliatannya uda lebih sehat. Feeling awesome and ready to
roam, baby.. Destination of the day is Deboche.
Track Namche – Deboche tidak seberat
Phakding – Namche. But the temperature was colder for sure. The view was
stunning. We took a few shortcuts, which was steeper, dan hasilnya diomelin
Yang Mulia Furi.. “Shortcut is no good. It is shorter, but also more
dangerous.. The slower you go, the better…”. Haii, Furi san... Arigatoo…
Rodhodendron di sisi tebing |
Dari Namche track agak menurun
hingga Phunke Tenga (3250 masl). After lunch, menanjak hingga Tengboche (3860
masl). Di Tengboche ini berdiri megah Tengboche Monastery. Gw berdoa dari luar
aja (berdoa itu yang penting ketulusan hati kan. Betul?). After Tengboche track relatif
datar. We managed to reach Deboche at 3.20 pm.
Ama Dablam at the background |
Tengboche Monastery |
View dari depan Lodge di Debuche |
On the way to Deboche, we met a group of Vietnamese youngsters. Mereka cukup heboh selama perjalanan.
Obviously, they had great time during the trip. Gw bisa ngerasain energy dan
semangat mereka nular ke gw. Aseekk.. Kebetulan juga kita stay di lodge yang
sama pas di Deboche. Jadi pas nyampe, sambil ngaso, sempet ‘chit chat rusuh’
sebentar ama mereka soal Running Man, our favourite Korean reality show. Hehee..
Mereka bahkan sempet nguasain room heater di dining room, dengan ngeringin baju2
mereka di sekeliling heater. Hasilnya, mereka dipelototin tamu2 lain. Hahahaa..
They are so young and wreckless.. Bikin iri..
As we sat there in the dining room,
trying to get warmed, a Lebanon guy, who stood there by the heater, facing me,
and his backside facing the heater, looked at me and said, “ My ass is cold”.
Quite surprised, I replied, “ I can see why.. ”. Lalu dia bilang, “ You can
FEEL why..”. LOL
There’s one thing that we noticed as
we go higher and higher.. Otak kita makin lemot. Pelupa. Susah nginget nama
orang maupun barang. Lupa barusan itu mau ngapain.. Balik ke kamar teh mau
ngambil apa sih.. Gw barusan mau ngomong apa yah.. Hadeuh.. Kalo analisa ilmiah
nya kita sih (ecieeh) krn makin ke atas oksigen makin tipis, aliran oksigen ke otak pun
makin kurang. Alhasil, setiap kali lupa sesuatu atau berbuat ceroboh, we blamed
the altitude! Hahahah.. Padahal aslinya emang uda pikun keleusss…
Malam di Deboche berlalu dalam gelap
gulita. Yes, listrik mati dan lodge gak punya cadangan power. Great! Untung
kita siap sedia headlamp, ditaroh di samping bantal. Gak lucu kalo tengah malem
kebelet pipis trus pake kejungkel nabrak tembok, sementara suhu di luar sekitar
-5’C.
Day 6, 23 April 2015 : Deboche –
Dingboche (4410 masl)
Dilihat dari beda ketinggian yang
akan ditempuh, hari ini keliatannya bakal lebih berat dibanding hari
sebelumnya. Angin juga terasa lebih kencang. But, the good thing is, tracknya
gak terlalu banyak naik turun, melainkan constantly up. Satu lagi motivasinya
adalah Dingboche will be the second acclimatization point. So tomorrow will be
a relaxing day. Yeayy!!
Add caption |
View pegunungan saljunya makin lama
makin terasa dekat dan nyata. Makin ke atas oksigen makin tipis. Nafas terasa
lebih berat, namun langkah terasa lebih ringan. Mungkin karena kaki sudah
menyesuaikan dengan medan yang ditempuh. After lunch, track agak berdebu but
still bearable. Furi terus mengingatkan kita untuk selalu ambil sisi berlawanan
dari jurang jika berpapasan dengan Jokjok atau Yak. Sometimes kita memang suka
lupa (Altituuuude!).
Di tengah jalan, something
embarrassing happened to me. Saat tiba di tempat peristirahatan kecil, tiba2 gw
kebelet pipis. Sungguh sdh tak tertahankan! Jd gw lgsg nyelonong aja ke
‘toilet’ di situ dengan nafas masih ngos2an abis jalan nanjak. Scr mental dan
nafas, gw gak siap dengan kondisi toilet yg ternyata cuma berisi lubang dengan
tumpukan ‘sesuatu’ di bwh nya, yg mengeluarkan aroma yg wow banget. Spontaneously,
gw mulai huek hueks di dlm itu toilet. Furi mulai mengetuk2 pintu, asking if
I’m ok. Segera setelah gw selesai dengan urusan gw, gw rush keluar dr toilet
dengan muka bersimbah air mata.. Dan di
luar sdh menanti pandangan mata selusin org, local maupun turis, ngetawain gw..
heuheuuuuhh.. Kamsahamnidaaaa…
Overall trekking hari ini cukup
lancar dan surprisingly, kita tiba di Dingboche lebih awal dari perkiraan.
Sekitar jam 3 sore.
To be continued